Senin, 27 Mei 2013

aku tau,, aku egois

Kita sudah saling mengenal. Pertemuan yang tak sengaja, membuatmu menyukaiku. Benarkah itu? Aku tak tau sebenarnya, tapi kau yang mengatakannya. Sedangkan aku, hanya menganggapmu sebagai kakak yang baik dalam hidupku. Kamu, yang hatinya tulus, selalu berkata “tak apa" dan selalu tersenyum untukku. Membantuku disetiap sudut perjuanganku. Merangkulku disetiap tangisku, dan selalu dapat menularkan senyummu kepadaku disaat aku butuh itu. Aku nyaman bersama mu, kak. Tapi bukan seperti rasa nyaman dengan arti yang berbeda. Rasa seperti apa yang harus kutimbulkan? Jika aku mampu  mengatur perasaan ku sendiri, aku akan lebih memilih menyerahkan hatiku kepadamu, yang tak pernah sedikitpun kuragu, karena ku percaya, kau mampu menjaga ku dengan kedua lengan yang kokoh itu. Jika aku memang bisa mengatur hatiku, aku akan menutup diri untuk orang lain, karena sikapmu yang tulus.

Tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku bukan tuhan! Aku selalu mencoba untuk mengubah rasa ini menjadi seperti yang kau mau, kak.
2 tahun, bukan waktu yang sebentar untukmu, terus menungguku. Kau orang yang baik. Harusnya kau bisa mendapatkan yang lebih baik dariku. Tapi kau selalu saja tersenyum dalam diam mu.

Dan pada akhirnya, aku mencoba untuk merasakan hal yang sama. Mencoba memahami arti senyumanmu, memahami semua candamu, memahami tatapanmu dan memahami hatimu. Aku mempelajari itu semua. Dan kau tak pernah tau. Diam-diam aku menjadi penguntit mu.
Aku nyaman dengan hobi baruku. Selalu mencari tau tentangmu. Ini sudah seperti kegiatan rutin ku. Senyummu dan tawamu diujung sana walau hanya berbentuk tulisan, itu menyenangkan! Mengetahui apa yang kau lakukan, semua nya seperti menggelitik rasa ingin tahuku.
Aku ingin tau keluargamu, dan masa lalumu. Dan kamu, menceritakan semua itu dengan ekspresimu yang selalu ku suka.

Lama kelamaan, hati ini bergantung padamu. Kamu berubah menjadi suatu hal yang harus selalu hadir untukku.
Aku takut mengakuinya, aku takut jika aku mulai menyukaimu juga. Aku takut perasaan ini terlambat.

Setengah hatiku sudah ada padamu, aku berharap aku tidak terlambat. Aku ingin kau tetap ada.
Tapi tuhan punya rencana lain, disaat aku ingin mengakui hal yang sama, kamu malah berkata bahwa kau sudah menemukan orang lain yang mampu membalas perasaanmu. Yang mampu membalas senyummu dengan senyuman yang sama, yang mampu membalas genggaman tanganmu sekuat kau menjaganya.
Kamu tau reaksi ku? Aku terkejut. Aku marah. Aku kesal, aku kecewa! Tapi bukan kepadamu. Lebih kepada diriku sendiri. Yang sudah menyia-nyiakan kamu! Menyia-nyiakan seseorang yang tulus.

Aku bisa apa? Aku Cuma bisa pura-pura bahagia. Aku Cuma bisa pura-pura tersenyum senang melihat kau dan perempuan mu bersatu. Aku merasa bodoh! Harusnya aku benar-benar bahagia, bukan pura-pura. Tapi, hatiku butuh kamu. Dan aku, kembali menyakiti hatiku sendiri, dengan sikap bodohku.

Aku menyesal dengan perkataanku sendiri yang hanya ingin menganggapmu sekedar kakak bagiku. Tidak! Aku butuh lebih dari itu. Karena secara tidak langsung, selama ini sebagian dari senyumku itu karenamu.

Kesedihanku, membuatku mencoba pergi dari kehidupan yang selama ini kuhabiskan untukmu.
Aku bagai perahu yang terombang ambing di lautan dan terhempas, tapi tidak karam. dan tanpa sadar, aku berlabuh di hati yang lain.
Aku menemukan dia, seseorang yang baru ku jumpa, tapi telah lama ku kenal.
Aku baru bertemu dengannya setelah sekian lama kami berpisah. Dia mengajariku banyak hal. Dan dari dia, aku mengenal arti bangkit dari keterpurukan.

Aku mulai menyukainya, cara bicaranya, cara tertawanya, dan tatapannya membuatku nyaman. Aku, seperti menemukan salah satu sosok yang pernah hilang dari dirinya.
Dengan sisa hatiku, aku belajar untuk menyukainya. Aku tak mau melakukan hal yang bodoh dengan menyia-nyiakan orang yang tulus kepadaku.

Kini, aku telah bersama dia. Yang hampir setengah dari sosokmu dapat kutemukan darinya.
Aku bahagia dengan hidupku sekarang, hingga akhirnya ada rasa aku ingin pulang.
Aku ingin bertemu denganmu lagi, ingin tertawa bersamamu, ingin bertukar cerita denganmu sebebas dulu. Tanpa ada dia dan tanpa perempuanmu.

Tapi, aku mendengar cerita bahwa kamu dan perempuanmu berpisah. Mengapa? Tak maukah kau berbagi cerita kepadaku? Hanya karena alasan dia, kau mulai memberi jarak padaku.
Ini tak adil.

Aku menyayanginya, tapi tetap membutuhkanmu. Aku tau, aku ..... egois.

1 komentar: